Senin, November 4, 2024
Artikel

Kesiapan Pembelajaran Metode Berbasis Proyek Dalam Jaringan (DARING) Antisipasi COVID-19

Latar Belakang

Kasus positif Covid-19 di Indonesia sudah memakan banyak korban dan ini memungkinkan masih terus bertambah apabila tidak ditanggulangi dengan bijaksana. Berkembangnya virus Corona ini ternyata tidak hanya berdampak di bidang kesehatan saja namun juga pada sektor lainnya termasuk ekonomi, pendidikan dan lainnya.

Dalam upaya menangani wabah virus Corona yang semakin meluas, pemerintah menganjurkan masyarakat untuk menerapkan social distancing atau pembatasan sosial. Penyakit COVID-19 yang disebabkan corona virus jenis baru semakin menjadi-jadi. Menurut data terakhir yang dipublikasikan oleh Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Republik Indonesia, pada hari Kamis, 07 April 2020 sebanyak 2738 orang yang positif terinfeksi virus Corona di Indonesia dan yang meninggal dunia sebanyak 221 jiwa.

Social distancing merupakan salah satu langkah pencegahan dan pengendalian infeksi virus Corona dengan menganjurkan orang sehat untuk membatasi kunjungan ke tempat ramai dan kontak langsung dengan orang lain. Kini, istilah social distancing sudah diganti dengan physical distancingKetika menerapkan social distancing atau physical distancing, seseorang tidak diperkenankan untuk berjabat tangan serta menjaga jarak setidaknya 1 meter saat berinteraksi dengan orang lain, terutama dengan orang yang sedang sakit atau berisiko tinggi menderita COVID-19. Kesulitannya adalah orang yang sedang sakit atau berisiko tinggi menderita COVID-19 tidak mudah untuk mendeteksinya, terlebih lagi masa inkubasi virus Corona 6 sampai dengan 14 hari setelah virus menginfeksi seseorang.

Ada beberapa contoh penerapan social distancing yang umum dilakukan, yaitu:

  • Bekerja dari rumah (work from home)
  • Belajar di rumah secara daring bagi siswa/peserta didik sekolah dan mahasiswa/peserta didik
  • Menunda pertemuan atau acara yang dihadiri orang banyak, seperti konferensi, seminar, dan rapat, atau melakukannya secara daring lewat konferensi video atau teleconference
  • Tidak mengunjungi orang yang sedang sakit, melainkan cukup melalui telepon atau video call

Berada di rumah atau di rumah saja, menjadi salah satu upaya untuk memutus rantai penyebaran virus SARS-CoV-2 atau corona Covid-19 sekaligus melindungi siswa/peserta didik dari terpapar virus SARS-CoV-2. Selain bekerja dan beribadah, pemerintah juga meminta agar kegiatan belajar anak-anak sekolah juga kini dilakukan di rumah.

Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan bertindak cepat untuk memutus mata rantai penyebaran Virus Corona di kalangan civitas akademik, baik di sekolah maupun di perguruan tinggi dengan menerbitkan Surat Edaran Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Nomor 3 Tahun 2020 tanggal 9 Maret 2020, Surat Edaran Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan Nomor 35429/A.A5/HK/2020, tentang Pencegahan Corona Virus Diseases-19 tanggal 12 Maret 2020, yang sudah ditindaklanjuti oleh semua gubernur/bupati/walikota dengan mewajibkan pembelajaran dilaksankan di rumah. Intinya proses pembelajaran tetap berlangsung sesuai dengan memperhatikan kondisi dan sarana yang dimiliki oleh masing-masing daerah. Di Provinsi Sumatera Utara, khususnya di Kota Medan, guru-guru lebih memilih melakukan pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran dalam jaringan (daring). Pemerintah Sumatera Utara yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan  pendidikan formal jenjang SMA dan SMK sesuai dengan Surat Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Utara Nomor 420/2969/Subbag Umum/IV/2020 Tentang Perpanjangan Pelaksanaan Belajar Jarak jauh/Daring tanggal02 April 202, telah memutuskan untuk memperpanjang masa membelajarkan siswa/peserta didik di rumah. Dengan begitu kegiatan belajar mengajar yang sedianya dilakukan di sekolah menjadi belajar dari rumah.

Pembelajaran daring tidak sesederhana yang dibayangkan, karena membutuhkan kesiapan dsari semua pihak yang terlibat di dalamnya mulai dari sekolah, guru, siswa/peserta didik, orang tua siswa/peserta didik, perangkat telekomunikasi, bahan ajar daring, dan lain sebagainya. Guru harus mampu memilih metode pembelajaran yang tepat sehingga tujuan pembelajaran yang telah dirancangnya dapat tercapai. Salah satu metode pembelajaran daring yang diterapkan oleh guru adalah metode berbasis proyek.

Pembelajaran dalam jaringan dimana antara guru dan siswa/peserta didik tidak bertatap muka secara langsung di kelas menuntut kemampuan dalam menentukan metode pembelajaran yang efektif. Dari hasil pengamatan yang dilakukan penulis terhadap postingan orang tua siswa/peserta didik di media sosial khususnya facebook dan amatan penulis terhadap anak saya di rumah yang juga melakukan pembelajaran daring, sebagian besar guru menerapkan Pembelajaran Metode Berbasis Proyek kepada siswa/peserta didiknya, sehingga menimbulkan pertanyaan efektifkah Pembelajaran Metode Berbasis Proyek kepada siswa/peserta didik secara daring.

Permasalahan

Dengan mengasumsikan semua perangkat komunikasi berserta kelengkapannya tersedia, maka permasalahan yang muncul pada saat penerapan pembelajaran dengan metode pembelajaran berbasis proyek secara daring kepada siswa/peserta didik adalah:

  1. Bagaimanakah bentuk pembelajaran dengan metode berbasis proyek yang terbaik yang bisa dipilih guru dalam membelajarkan siswa/peserta didik di rumah dalam upaya antisipasi penyebaran Virus Corona?
  2. Bagaimanakah perangkat keterampilan dasar dan pengetahuan yang harus dimiliki guru sehingga pembelajaran di rumah dapat mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan?
  3. Bagaimanakah perangkat keterampilan dasar dan pengetahuan yang harus dimiliki siswa/peserta didik sehingga siswa/peserta didik dapat menterjemahkan instruksi yang diberikan guru pada proses pembelajaran di rumah sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan?
  4. Bagaimanakah teknik evaluasi yang cocok untuk mengetahui tingkat ketercapaian tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan?

Kajian Teori

Berdasarkan Peraturan Menteri Pendodikan Dan Kebudayaan No 22 tahun 20016 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah, guru harus mampu mewujudkan proses pembelajaran secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa krativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Salah satu model pembelajaran yang terpusat pada siswa/peserta didik yang dapat digunakan dalam pembelajaran adalah pembelajaran berbasis proyek (project based learning). Model pembelajaran ini menjadi salah satu rujukan pemilihan model pembelajaran dalam Kurikulum 2013. Pembelajaran berbasis proyek merupakan strategi pembelajaran yang menjadikan satu masalah sebagai dasar dalam mengintegrasikan pengetahuan baru berdasarkan pengalaman nyata, sehingga konteksutal dalam kehidupan siswa/peserta didik. Pembelajaran berbasis proyek adalah model pembelajaran yang menggunakan proyek/kegiatan sebagai pembelajaran untuk mencapai kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan (Kemendibud, 2013: 1). Dengan demikian, dalam pembelajaran ini, siswa/peserta didik lebih aktif menterjemahkan masalah yang dikemukakan dengan mengembangkan kemampuannya merencanakan proyeknya dengan memahami masalah, meneliti, melakukan analisis, untuk memecahkan masalah tesrebut sekaligus mewujudkannya secara langsung melalui pengalaman nyata dan pada akhirnya mempresentasikannya.

Pembelajaran berbasis proyek (Project Based Learning) adalah model pembelajaran yang menggunakan proyek sebagai inti pembelajaran (Permendikbud, 2014:20). Model pembelajaran ini merupakan model pembelajaran inovatif yang melibatkan kerja proyek dimana peserta didik bekerja secara mandiri dalam mengkonstruksi pembelajarannya dan mengkulminasikannya dalam produk nyata (Nanang Hanafiah dan Cucu Suhana, 2009:30).

 

Berikut ini beberapa pengertian model pembelajaran berbasis proyek (Project Based Learning) dari beberapa sumber buku (Riadi, 207):

  1. Menurut NYC Departement of Education (2009:8), model pembelajaran Project Based Learning merupakan strategi pembelajaran dimana siswa/peserta didik harus membangun pengetahuan konten mereka sendiri dan mendemonstrasikan pemahaman baru melalui berbagai bentuk representasi.
  2. Menurut Buck Institute for Education, model pembelajaran Project Based Learning adalah suatu metode pengajaran sistematis yang melibatkan para siswa/peserta didik dalam mempelajari pengetahuan dan keterampilan melalui proses yang terstruktur, pengalaman nyata dan teliti yang dirancang untuk menghasilkan produk (Sutirman, 2013).
  3. Menurut Daryanto (2009:407), Project Based Learning merupakan cara belajar yang memberikan kebebasan berpikir pada siswa/peserta didik yang berkaiatan dengan isi atau bahan pengajaran dan tujuan yang direncanakan.
  4. Menurut Boss dan Kraus, Model Pembelajaran Berbasis Proyek (MPBP) adalah sebuah model pembelajaran yang menekankan aktivitas siswa/peserta didik dalam memecahkan berbagai permasalahan yang bersifat open-ended dan mengaplikasi pengetahuan mereka dalam mengerjakan sebuah proyek untuk menghasilkan sebuah produk otentik tertentu (Abidin, 2007:167).

Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Proyek harus dikembangkan berdasarkan tingkat perkembangan berfikir siswa/peserta didik dengan berpusat pada aktivitas belajar siswa/peserta didik sehingga memungkinkan mereka untuk beraktivitas sesuai dengan keterampilan, kenyamanan, dan minat belajarnya. Model ini memberikan kesempatan pada siswa/peserta didik untuk menentukan sendiri proyek yang akan dikerjakannya baik dalam hal merumuskan pertanyaan yang akan dijawab, memilih topik yang akan diteliti, maupun menentukan kegiatan penelitian yang akan dilakukan. Peran guru dalam pembelajaran adalah sebagai fasilitator, menyediakan bahan dan pengalaman bekerja, mendorong siswa/peserta didik berdiskusi dan memecahkan masalah, dan memastikan siswa/peserta didik tetap bersemangat selama mereka melaksanakan proyek.

Model pembelajaran Project Based Learning mempunyai beberapa karakteristik sebagaimana yang dikemukakan oleh Muchlisin Riadi 30 Agustus, 2017 dikutipnya dari Winastaman Gora dan Sunarto (2010:119):

  1. Mengembangkan pertanyaan atau masalah, yang berarti pembelajaran harus mengembangkan pengetahuan yang dimiliki oleh siswa/peserta didik.
  2. Memiliki hubungan dengan dunia nyata, berarti bahwa pembelajaran yang outentik dan siswa/peserta didik dihadapkan dengan masalah yang ada pada dunia nyata.
  3. Menekankan pada tanggung jawab siswa/peserta didik, merupakan proses siswa/peserta didik untuk mengakses informasi untuk menemukan solusi yang sedang dihadapi.
  4. Penilaian, penilaian dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung dan hasil proyek yang dikerjakan siswa/peserta didik.

Sedangkan menurut Stripling, model Project Based Learning memiliki tujuh karakteristik sebagai berikut (Sani, 2014:173-174):

  1. Mengarahkan siswa/peserta didik untuk menginvestifigasi ide dan pertanyaan penting.
  2. Merupakan proses inkuiri.
  3. Terkait dengan kebutuhan dan minat siswa/peserta didik.
  4. Berpusat pada siswa/peserta didik dengan membuat produk dan melakukan presentasi secara mandiri.
  5. Menggunakan ketrampilan berpikir kreatif, kritis, dan mencari informasi untuk melakukan investigasi, menarik kesimpulan, dan menghasilkan produk.
  6. Terkait dengan permasalahan dan isu dunia nyata yang autentik.

Menurut Thomas, pembelajaran berbasis proyek memiliki beberapa prinsip dalam penerapannya, yaitu (Wena, 2011):

  1. Sentralistis. Model pembelajaran ini merupakan pusat dari strategi pembelajaran, karena siswa/peserta didik mempelajari konsep utama dari suatu pengetahuan melalui kerja proyek. Pekerjaan proyek merupakan pusat dari kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh siswa/peserta didik di kelas.
  2. Pertanyaan Penuntun. Pekerjaan proyek yang dilakukan oleh siswa/peserta didik bersumber pada pertanyaan atau persoalan yang menuntun siswa/peserta didik untuk menemukan konsep mengenai bidang tertentu. Dalam hal ini aktivitas bekerja menjadi motivasi eksternal yang dapat membangkitkan motivasi internal pada diri siswa/peserta didik untuk membangun kemandirian dalam menyelesaikan tugas.
  3. Investigasi Konstruktif. Pembelajaran berbasis proyek terjadi proses investigasi yang dilakukan oleh siswa/peserta didik untuk merumuskan pengetahuan yang dibutuhkan untuk mengerjakan proyek. Oleh karena itu guru harus dapat merancang strategi pembelajaran yang mendorong siswa/peserta didik untuk melakukan proses pencarian dan atau pendalaman konsep pengetahuan dalam rangka menyelesaikan masalah atau proyek yang dihadapi.
  4. Otonomi. Pembelajaran berbasis proyek, siswa/peserta didik diberi kebebasan atau otonomi untuk menentukan target sendiri dan bertanggung jawab terhadap apa yang dikerjakan. Guru berperan sebagai motivator dan fasilitator untuk mendukung keberhasilan siswa/peserta didik dalam belajar.
  5. Realistis. Proyek yang dikerjakan oleh siswa/peserta didik merupakan pekerjaan nyata yang sesuai dengan kenyataan di lapangan kerja atau di masyarakat. Proyek yang dikerjakan bukan dalam bentuk simulasi atau imitasi, melainkan pekerjaan atau permasalahan yang benar-benar nyata.

Tahapan penerapan pembelajaran berbasis proyek sebagaimana yang dikemukakan oleh H.J. Sriyanto (2046) yang merujuk pada Yusoff (2002: 22), Abidin (2014: 172), dan Suyitno dan Kristayajati (2016:13-14) langkah-langkah pembelajaran berbasis proyek dalam studi ini adalah sebagai berikut:

Tahap 1: Penentuan Proyek

Pada tahap ini guru memberikan tugas proyek kepada siswa. Siswa diberi kesempatan untuk memilih/menentukan proyek yang dikerjakan baik secara kelompok maupun mandiri. Siswa melakukan pengamatan terhadap permasalahan yang disediakan guru. Berdasarkan pengamatan tersebut, siswa mengidentifikasi masalah dan merumuskan masalah.

Tahap 2: Perencanaan Proyek

Pada tahap ini siswa mendesain rencana proyek. Proyek yang akan dilaksanakan bertujuan untuk menjawab pertanyaan atau menyelesaikan permasalahan yang telah dipilih. Guru memberikan gambaran besar proyek yang akan dikerjakan, mulai dari persiapan yang harus dilakukan, pelaksanaan proyek meliputi aktivitas apa saja, menyusun laporan proyek hingga mempresentasikan hasil proyek kepada guru dan siswa lain, masyarakat, atau pihak-pihak terkait. Perencanaan kegiatan proyek harus disesuaikan dengan alokasi waktu yang telah ditentukan.

Tahap 3: Penyusunan Jadwal Pelaksanaan Proyek

Siswa merencanakan tahap-tahap kegiatan proyek mulai dari persiapan hingga presentasi produk yang dihasilkan. Tugas guru membimbing peserta didik untuk membuat jadwal sesuai alokasi waktu yang telah ditetapkan.

Tahap 4: Pelaksanaan Proyek

Pada tahap ini siswa melakukan apa yang sudah direncanakan sebelumnya. Mulai dari menyusun instrumen alat yang digunakan untuk mengumpulkan data, melakukan pengumpulan data, mengolah dan menyajikan data, menganalisis data.

Tahap 5: Pemantauan Kemajuan Proyek

Guru memantau kegiatan siswa dalam mengerjakan tahap-tahap proyek yang sudah dijadwalkan. Guru memastikan setiap anggota kelompok mengerjakan tugas masing-masing dengan sebaik-baiknya. Guru dapat memberikan bantuan berupa bimbingan atau menyediakan sumber informasi tambahan yang dapat mendukung kelancaran kegiatan proyek.

Tahap 6: Penyusunan laporan

Pada tahap ini siswa melakukan pembahasan pelaksanaan dan hasil proyek. Selanjutnya siswa menyusun laporan proyek secara lengkap.

Tahap 7: Presentasi/Publikasi Hasil Proyek

Pada tahap ini hasil proyek dalam bentuk produk, baik itu berupa produk karya tulis, karya seni, atau karya teknologi/prakarya dipresentasikan dan/atau dipublikasikan kepada siswa yang lain, guru, masyarakat pihak-pihak yang terkait dengan proyek.

Tahap 8: Evaluasi refleksi proses dan hasil proyek

Pada akhir proses pembelajaran guru dan siswa melakukan evaluasi dan refleksi terhadap aktivitas dan hasil tugas proyek. Proses refleksi dapat dilakukan secara individu maupun kelompok. Pada tahap ini juga dilakukan umpan balik terhadap proses dan produk yang telah dihasilkan.

Berdasarkan uraian di atas, maka untuk menerapkan merode pembelajaran berbasis proyek diperlukan persyaratan yang harus dimiliki guru dan siswa. Guru harus sudah membelajarkan siswanya kriteria dari pembelajaran berbasis proyek sebagaimana yang dikemukan oleh Thomas (2000), bahwa setidaknya ada lima kriteria itu adalah keberpusatan (centrality), berfokus pada pertanyaan atau masalah (driving question), investigasi konstruktif (constructive investigation) atau desain, otonomi siswa (autonomy), dan realisme (realism). Guru juga harus sudah terampil menerapkan sumber data penilaian sebagaimana yang dijelaskan oleh Kemdikbud (2014) meliputi :

  1. Self-assessment (penilaian diri) penting dilakukan untuk merefleksikan diri siswa sendiri, tidak hanya menunjukkan apa yang siswa rasakan dan apa yang seharusnya siswa berhak dapatkan. Siswa merefleksikan dirinya seberapa baik mereka bekerja dalam kelompok dan seberapa baik siswa berkontribusi, bernegosiasi, mendengar dan terbuka terhadap ide-ide teman dalam kelompoknya. Siswa pun mengevaluasi hasil proyeknya sendiri, usaha, motivasi, ketertarikan dan tingkat produktivitas.
  2. Peer Assessment (penilaian antar siswa) merupakan elemen penting pada penilaian Project Based Learning: guru tidak akan selalu bersama semua siswa di setiap waktu dalam proses pengerjaan proyek, dan peer assessment akan memudahkan untuk menilai siswa secara individu dalam sebuah kelompok. Siswa menjadi kritis terhadap kerja temannya dan berupaya untuk saling memberikan umpan balik.
  3. Rubrik penilaian produk, Penilaian produk adalah penilaian terhadap proses pembuatan dan kualitas suatu produk. Penilaian produk meliputi penilaian kemampuan peserta didik membuat produk-produk teknologi dan seni, seperti: makanan, pakaian, hasil karya seni (patung, lukisan, gambar), barang-barang terbuat dari kayu, keramik, plastik, dan logam atau alat-alat teknologi tepat guna yang sederhana.
  4. Pengembangan produk meliputi 3 (tiga) tahap dan setiap tahap perlu diadakan penilaian yaitu:
    • Tahap persiapan, meliputi: penilaian kemampuan peserta didik dan merencanakan, menggali, dan mengembangkan gagasan, dan mendesain produk.
    • Tahap pembuatan produk (proses), meliputi: penilaian kemampuan peserta didik dalam menyeleksi dan menggunakan bahan, alat, dan teknik.
    • Tahap penilaian produk (appraisal), meliputi: penilaian produk yang dihasilkan peserta didik sesuai kriteria yang ditetapkan.

Siswa setidaknya memiliki kemampuan untuk menafsirkan proyek tang akan dikerjakan dengan topik besar yang mungkin sudah ditentukan gurunya meliputi: kemampuan pribadi (memvisualisasikan aktifitas proyek dan mencari tugas yang akan dikerjakan, mengatur jadwal, mengorganisir materi pembelajaran, menata dokumen (computer files), mengirimkan pesan kepada pengajar atau ahli, self assessment), kemampuan bekerjasama di dalam kelompok dan bekerjasama antar kelompok. Dengan keteraturan itu, diharapkan anak-anak ketika masuk sekolah kembali semangat belajarnya tidak padam dan materi pembelajaran tidak tertinggal. Jadi ritmenya bisa diatur bukan malah membuat anak tertekan, perasaan tertekan dan kelelahan justru dapat berdampak pada penurunan imun pada tubuh anak yang memudahkannya terinfeksi bibit penyakit.

Pembahasan

Pembelajaran yang dirancang guru dalam upaya membelajarkan siswa melalui pembelajaran daring, harus diartikan siswa tetap mendapatkan haknya sebagai seorang pembelajar dan guru menjalankan kewajibannya sebagai seorang pendidik yang berniat agar siswanya menjadi yang terbaik dalam situasi apapun. Model pembelajaran papun yang diterapkan seorang guru setidaknya seorang guru harus memiliki keterampilan penguasaan dan pendalaman materi serta keterampilan menerapkan metode tersebut dari awal sampai pada tahap evaluasi.

Hal-hal yang harus sudah terjawab pada saat penerapan pembelajaran dengan metode berbasis proyek secara daring kepada siswa/peserta agar dapat mencapai tujuan pembelajaran yang sudah ditetapkan seperti:

  1. Kemampuan guru untuk memastikan bahwa semua persyaratan untuk pembelajaran daring terpenuhi sehingga guru memilih dan menentukan metode pembelajaran berbasis proyeklah yang terbaik yang mampu membelajarkan siswa/peserta didik di rumah dalam upaya antisipasi penyebaran Virus Corona.
  2. Guru harus sudah memastikan bahwa perangkat keterampilan dasar dan pengetahuan yang dimilikinya cukup mendukung sehingga pembelajaran di rumah dalam upaya antisipasi penyebaran Virus Corona dapat mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan
  3. Guru harus sudah memastikan bahwa perangkat keterampilan dasar dan pengetahuan minimal untuk penerapan metode pembelajaran berbasis proyek sudah dimiliki siswa/peserta didik sehingga siswa/peserta didik dapat menterjemahkan instruksi yang diberikan guru pada proses pembelajaran di rumah dalam upaya antisipasi penyebaran Virus Corona sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
  4. Guru harus sudah terampil menggunakan teknik evaluasi yang cocok untuk mengetahui tingkat ketercapaian tujuan pembelajaran yang telah ditetapkannya jika menggunakan metode pembelajaran berbasis proyek.

Pengelolaan pembelajaran dalam kondisi darurat seperti sekarang ini, memaksa guru untuk berpikir bagaimana membelajarkan siswanya sehingga menumbuhkan kesadaran akan pentingnya menguasai berbagai metode pembelajaran terutama yang menggunakan teknologi pembelajaran guna mewujudkan pendidikan bermutu dan berkeadilan. Informasi yang dapat dibaca dari berbagai media maya dan media sosial ada kecendrungan guru melakukan pembelajaran dengan memberikan tugas-tugas yang harus dikerjakan siswanya. Siswa diminta mengerjakan soal-soal yang instruksinya dikirimkan melalui media aplikasi seperti grup WA dan siswa juga diharapkan mengirimkan jawabannya melalui media yang sama. Guru beranggapan dengan memberikan tugas berarti siswanya akan mengerjakan tugas tersebut dan jika siswa menyelesaikan tugasnya maka berarti siswa sudah belajar. Tentunya pemahaman yang seperti ini jauh dari pengertian pembelajaran daring. Ditambah lagi beberapa guru memberikan tugas kepada siswa dalam waktu yang bersamaan dan harus dilaporkan pula pada waktu yang bersamaan bisa dibayangkan betapa tertekannya siswa dalam masa belajarnya di rumah. Padahal, maksud belajar dari rumah sesungguhnya adalah memberikan aktivitas belajar rutin pada para siswa/peserta didik agar tetap terbiasa belajar dan menjaga keteraturan.

Kemampuan guru untuk memastikan bahwa semua persyaratan untuk pembelajaran daring terpenuhi sehingga guru memilih dan menentukan metode pembelajaran berbasis proyek

Kemampuan seorang guru bermacam-macam baik tingkatan maupun variasinya, hal ini disebabkan latar belakang pendidikan dan pengalaman mengajar yang berbeda-beda. Latar belakang pendidikan dan pengalaman mengajar akan mempengaruhi bagaimana cara pemilihan metode mengajar yang baik dan benar. Pengalaman akan membuat seorang pengajar dapat menentukan dengan tepat metode mana yang akan dipergunakan. Kewibawaan merupakan kelengkapan mutlak yang bersifat abstrak karena guru akan berhadapan dan mengelola siswa dengan latar belakang yang berbeda beda. Jadi kemampuan guru patut dipertimbangkan dalam metode mengajar.

Dalam pembelajaran daring maka guru harus memastikan terlebih dahulu apakah semua perangkat yang dibutuhkan untuk terlaksananya pembelajaran daring telah terpenuhi, apakah siswanya sudah memahami penggunaan aplikasi atau media pembelajaran yang diperlukan. Guru yang mampu menguasai berbagai metode pembelajaran mungkin akan memiliki kesempatan untuk secara kritis terlibat dalam teori, penalaran pedagogis dan desain pembelajaran yang terkait dengan pendidikan daring dan jarak jauh ini. Sementara itu guru-guru yang kurang mampu harus melakukan perbaikan dengan cepat sehingga tak lagi gagap teknologi dan memungkinkan pembelajaran daring jarak jauh dapat berjalan sebagaimana layaknya.

Kemampuan guru memastikan semua perasyaratan yang dibutuhkan dalam menyelenggarakan pendidikan daring akan membantunya melibatkan siswa/peserta didik berkomunikasi satu sama lain, dengan kegiatan terstruktur antara mode transmisi, kolaborasi dan aplikasi. Setidaknya guru menguasai salah satu saja dari teknologi yang tersedia sekarang dengan platform live-casting, dokumen kolaboratif, ruang dan aplikasi bersama (Matt Cornock: 2020).

Apabila persyaratan minimal sudah terpastikan dimiliki baik oleh guru maupun oleh siswa maka guru sudah bisa merencanakan dan menrapkan  pembelajaran daring termasuk menerapkan metode pembalajaran berbasis proyek. Sebaliknya jika guru sudah memastikan perangkat yang dibutuhkan untuk pembelajaran daring tidak terpenuhi atau terpenuhi sebagian sebaiknya dicarikan alternatif pembelajaran lainnya.

Guru harus punya perlengkapan pembelajaran daring. Peralatan TIK minimal yg harus dimiliki guru adalah laptop dan alat pendukung video conference. Keberadaan pernagkat minimal yang harus dimiliki guru sangat perlu dipikirkan Bersama baik pemerintah kab/kota, provinsi dan pusat termasuk ortang tua untuk sekolah yang diselenggarakan oleh masyarakat. Sudah banyak fintech yang bergerak dibidang pemberian bantuan pengadaan perangkat teknologi baik untuk siswa, guru maupun sekolah.  Guru harus tahu bahwa Pemerintah Indonesia sudah berhasil membangun infrastruktur komunikasi Palapa Ring yang diresmikan Presiden RI Bapak Joko Widodo di akhir tahun 2019 menjadi tulang punggung infrastruktur digital dari Aceh hingga Papua, meskipun jangkauan aksesnya harus diperluas agar sebanyak mungkin sekolah, pendidik dan siswa  merasakan manfaatnya.

Pemaksaan pembelajaran daring dengan menggunakan metode pembelajaran berbasis proyek tidak akan efektif jika semua perangkat pembelajaran daring tidak terpenuhi dan ini akan berdampak kepada tidak tercapainya tujuan pembelajaran yang terlah ditetapkan.

Keterampilan dasar dan pengetahuan guru mendukung pembelajaran di rumah dalam upaya antisipasi penyebaran Virus Corona

Sebagaimana yang dikemukanan oleh Shintya Gugah Asih Theffidy (https://ombudsman.go.id/artikel/r/artikel–pendidikan-era-revolusi-industri-40-di-tengah-covid-19) yang dikutip dari Kompasiana (2019) setidaknya ada 4 kompetensi yang diharapkan dimiliki oleh pengajar. Pertama keterampilan berpikir kritis dan pemecahan masalah. Merupakan kemampuan memahami suatu masalah, mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya sehingga dapat dielaborasi dan memunculkan berbagai perspektif untuk menyelesaikan masalah. Pengajar diharapkan mampu meramu pembelajaran dan mengekspor kompetensi ini kepada peserta didik. Kedua Keterampilan komunikasi dan kolaborasi. Keterampilan ini tidak luput dari kemampuan berbasis teknologi informasi, sehingga pengajar dapat menerapkan kolaborasi dalam proses pengajaran.

Ketiga, kemampuan berpikir kreatif dan inovatif. Diharapkan ide-ide baru dapat diterapkan pengajar dalam proses pembelajaran sehingga memacu siswa untuk beripikir kreatif dan inovatif. Misalnya dalam mengerjakan tugas dengan memanfaatkan teknologi dan informasi. Keempat, literasi teknologi dan informasi. Pengajar diharapkan mampu memperoleh banyak referensi dalam pemanfaatan teknologi dan informasi guna menunjang proses belajar mengajar

Melihat kenyataan yang terjadi saat ini dimana kondisi lingkungan memaksa proses pembelajaran jarak jauh. Kita sepakat kiranya semua guru harus bisa mengajar jarak jauh yang tentunya harus menggunakan teknologi. Kemampuan yang harus dimiliki guru agar mampu melakukan pembelajaran jarak jauh disamping penguasaan kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional juga harus menguasai dan memanfaatkan teknologi komunikasi dalam pembelajaran. Apalagi kemampuan guru menggunakan aplikasi pembelajaran jarak jauh mutlak diperlukan. Setidaknya guru memiliki satu kemampuan menggunakan aplikasi komunikasi sehingga mampu melakukan vicon (video conference) dan membuat bahan ajar daring. Guru juga harus mampu menyiapkan sistem belajar, silabus dan metode pembelajaran dengan pola belajar digital atau daring. Bukan berarti dengan pembelajaran daring, guru tidak merencanakan pembelajarannya.

Pembelajaran daring tidak hanya memindah proses tatap muka menggunakan aplikasi digital, dengan disertai tugas-tugas yang menumpuk. Penguasaan llmu teknologi pendidikan mendesain sistem agar pembelajaran daring menjadi efektif, dengan mempertimbangkan tujuan pendidikan secara khusus. Prinsip-prinsip pemanfaatan teknologi yang harus menjadi acuan guru dalam meamanfaatkan teknologi  yaitu mampu menghadirkan fakta yang sulit dan langka, memberikan ilustrasi fenomena alam dan ilmu pengetahuan, memberikan ruang gerak siswa untuk bereksplorasi, memudahkan interaksi dan kolaborasi antara siswa-guru dan siswa-siswa, serta menyediakan layanan secara individu tanpa henti. Namun sangat sedikit guru yang memahami prinsip-prinsip di atas. Guru utamanya harus aktif mengembangkan kemampuannya dalam menguasai teknologi pembelajaran daring sehingga lebih banyak berinovasi dan mencari terobosan pembelajaran sehingga dapat diterapkan kapan saja terlebih-lebih di masa darurat seperti Covid-19 saat ini.

Guru harus memahami bahwa pola pembelajaran daring merupakan bagian dari semua pembelajaran meskipun hanya sebagai komplemen tidak hanya di masa pembelajaran di rumah seperti saat ini tetapi juga untuk di dalam keaadaan normal. Intinya supaya guru membiasakan mengajar daring. Memang pemberlakuan sistem belajar daring yang mendadak membuat sebagian besar pendidik kaget. Ke depan, harus ada kebijakan perubahan sistem untuk pemberlakuan pembelajaran daring dalam setiap mata pelajaran. Guru harus sudah menerapkan pembelajaran berbasis teknologi sesuai kapasitas dan ketersediaan teknologi. Inisiatif kementerian menyiapkan portal pembelajaran daring Rumah Belajar patut didukung meskipun urusan daring saat covid 19 yang memaksa siswa dan guru menjalankan aktifitas di rumah tetap perlu dukungan penyedia layanan daring yang ada di Indoesia.

Di tengah pandemi Covid-19 ini, sistem pendidikan kita harus siap melakukan lompatan untuk melakukan transformasi pembelajaran daring bagi semua siswa dan oleh semua guru. Kita memasuki era baru untuk membangun kreatifitas, mengasah skill siswa, dan peningkatan kualitas diri dengan perubahan sistem, cara pandang dan pola interaksi kita dengan teknologi. Pembelajaran daring dengan metode pembelajaran berbasis proyek tidak akan efektif bahkan tidak akan terlaksana dengan baik jika guru tidak memiliki kemampuan menggunakan teknologi pembelajaran daring.

Menurut Praptono (Direktur Guru dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Menengah dan Pendidikan Khusus), kurangnya persiapan guru dalam menghadapi sistem pembelajaran daring (online) menjadi salah satu faktor hambatan dalam pembelajaran di rumah. Namun, ia mengakui hal ini bisa menjadi peluang bagi guru untuk mengembangkan diri. Dikatakan Praptono, ini suatu hal yang mendadak di mana guru dipaksa melakukan pembelajaran online yang sebelumnya tidak pernah dipersiapkan oleh guru. “Ini menjadi peluang bahwa masa pandemik Covid-19 menjadi momen bagi guru untuk melakukan pembelajaran yang selama ini diharapkan,” tukas Praptono.

Bagi Guru yang sudah memiliki keterampilan yang dibutuhkan untuk pembelajaran daring terutama dengan metode pembelajaran berbasis proyek, maka merupakan sebuah keuntungan bagi guru karena dalam pembelajaran daring ini guru dapat meningkatkan keprofesionalitasannya melalui media belajar yang dibuat serta akan mampu membantu siswanya dalam mengikuti pembelajaran, karena siswa dapat mengulang pembelajaran berkali kali tanpa membuat guru lelah. Produk akhirnya, pembelajran daring mampu untuk meningkatkan mutu pendidikan dengan memanfaatkan multimedia secara efektif dalam pembelajaran, serta terjadi peningkatan kemampuan guru dalam menguasai teknologi sehingga memudahkannya membantu siswa mencapai tujuan pembelajaran tanpa harus melakukan pem belajaran tatap muka dengan guru.

Namun, bagi guru yang belum memiliki kemampuan minimal dalam pembelajaran daring, maka pembelajaran daring ini bukanlah merupakan suatu keuntungan, syukurnya mereka menjadi ini sebagai tantangan. Kenyataannya, tidak semua guru mampu untuk melaksanakan pembelajaran daring ini karena masih “gaptek” atau gagap teknologi. Sebagian dari guru sudah terlampau lama mengajar menggunakan cara-cara konvesional tatap muka sehingga masih mengedepankan metode pembelajaran tradisional. Sejatinya, proses belajar merupakan suatu proses perubahan sikap. Bagi guru yang tidak memiliki kemampuan penguasaan teknologi komunikasi yang memadai dalam pembelajran daring maka didalam pembelajaran ini guru akan sulit medeteksi bagaimana respon siswa terkait materi yang diajarkan, apakah siswa mengerti atau tidak, begitu juga siswapun kesulitan melakukan diskusi secara daring  karena tidak dilakukan secara langsung. Dampaknya guru kesulitan untuk mengetahui perkembangan siswa dalam aspek pengetahuan apalagi aspek afektif dan psikomotorik yang dipersyaratkan dalam pembelajaran berbasis proyek. Apalagi tidak  semua siswa mampu untuk menjangkau materi pelajaran secara cepat dan ada sebagian siswa yang berkemampuan rendah, maka guru memiliki tantangan yang cukup besar untuk membuat media belajar yang mudah dipahami siswa yang memiliki perbedaan kemampuan belajar.

Pemerapan pembelajaran berbasis proyek diyakini akan memberikan hasil belajar yang utuh untuk aspek pendidikan karena tujuan belajar tidak hanya menitik beratkan pada aspek akademik, tetapi lebih juga mencakup perubahan sikap dan peningkatan keterampilan. Sehingga walapupun nantinya pembelajaran daring utamanya dalam penerapan pembelajaran berbasis proyek dapat diterapkan dengan baik tentunya pembelajaran tatap muka harus tetap dilaksanakan.

Dari berbagai hal yang telah di paparkan di atas, seharunya guru sudah siap dengan segala situasi agar dapat tetap melakukan pembelajaran dengan siswanya dengan penguasaan teknologi pembelajaran daring serta berbagai metode pembelajaran yang cocok secara daring. Untuk itu guru dengan kesadaran sendiri hendaknya terus menerus belajar termasuk meningkatkan kemampuan pembelajaran daring tanpa harus menunggu adanya program pelatihan pembelajaran daring dari pemerintah.

Perangkat keterampilan dasar dan pengetahuan yang harus dimiliki siswa/peserta didik pada proses di rumah pembelajaran menggunakan metode pembelajaran berbasis proyek secara daring sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.

Siswa sebagai objek sekaligus subjek dalam pembelajaran daring menjadi bagian yang sangat penting untuk keberhasilan dalam penerapan metode pembelajaran berbasis proyek harus. Untuk itu guru harus sudah dipastikan bahwa sudah memiliki keterampilan dan pengetahuan teknologi komunikasi sebagai persyaratan minimal yang diperlukan dalam pembelajaran daring.

Berdasar hasil penelitian oleh Rezha Rosita Amalia Universitas Gadjah Mada yang dimuat pada Jurnal Studi Pemuda • VOL. 4 , NO. 1 , Mei 2015 diketahui bahwa lebih dari 50% responden siwa SMA samplingnya aktif menggunakan media sosial tersebut (Facebook, Twitter, Instagram, BBM, Whatsapp, dan Line). Meskipun penelitian ini dilaksanakan pada tahun 2015, hasil penelitian ini merupakan gambaran yang bisa menjadi acuan bahwa di kalangan siswa SMA belum seluruhnya familiar dengan pemanfaatan media sosial sehingga guru harus memiliki kreasi agar kegiatan pembelajaran yang dilaksanakannya mampu menjangkau semua siswanya. Hasil penelitian juga memberikan gambaran media sosial yang paling banyak digunakan Berturut-turut di peringkat berikutnya ialah Whatsapp (63,1%), Line (62,1%), Instagram (60,1%), Twitter (46,1%), Path (24,2%), terakhir adalah pilihannya media sosial lainnya (14%). Temuan menarik lainnya dari penelitian ini yang dapat menjadi bahan pertimbangan bagi guru dalam menggunakan metode pembelajaran terutama jika memilih pembelajaran berbasis proyek adalah tingkat kemauan bekerjasama dan sharing informasi. Berdasarkan hasil penelitiannya diketahui penggunaan metode kolaboratif sharing atau berbagi jumlah respondennya yang menyatakan sering menggunakan metode ini terlihat jauh lebih banyak dibanding yang menyatakan sering menggunakan metode tagging. Demikian juga halnya dengan keinginan berkomentar yang dibutuhkan dalam forum diskusi. Pada kemampuan berkomunikasi dan berpartisipasi, kemampuan sosial mereka tak terbatas, hal ini ditunjukkan dengan banyaknya pelajar yang aktif menggunakan beragam media sosial. Dengan memperhatikan sisi siswanya maka sebenarnya pembelajaran berbasis proyek sesuai dengan karakteristiknya sudah dapat diterapkan dalam pembelajaran daring.

Kesimpulannya bahwa untuk berhasilnya kegiatan belajar mengajar daring dengan metode pembelajaran berbasis proyek, guru harus sudah memastikan bahwa siswanya benar-benar menguasai dan memiliki semua persyaratan yang dibutuhkan untuk pembelajaran daring. Guru yang sangat kompeten dalam menggunakan teknologi pembelajaran daring tidak akan bisa mencapai tujuan pembelajannya jika siswa yang menjadi objek dan subjek pembelajaran tidak memiliki kemampuan mininal yang dubutuhkan. Artinya pembelajaran daring mengharuskan guru dan siswa memiliki kemampuan dalam pemanfaatan teknologi informasi.

Teknik evaluasi menggunakan metode pembelajaran berbasis proyek secara daring

Selanjutnya, hal yang sangat penting dalam proses pembelajarn daring adalah kegiatan evaluasi. Sebagai sebuah aktivitas pembelajaran formal, penilaian tetap harus dilakukan. Hasil kegiatan evaluasi menjadi acuan untuk menilai apakah pembelajaran sudah berlangsung sesuai dengan skenario yang disusun, apakah pembelaajran sudah mencapai tujuan pembelajaran yang ditetapkan, dimana letak permasalahan dan ketidakcocokannnya serta langkah-langkah perbaikan yang mungkin bisa dilaksanakan untuk memperbaiki kekurangan-kekurangan sebelumnya.

Pertanyaannya bagaimana melakukan penilaian dan evaluasi pembelajaran ketika proses belajar mengajar harus dilakukan secara daring? Dalam melakukan evaluasi keseluruhan komponen dari proses kegiatan wajib dilakukan penilaian. Mengacu pada Kemdikbud (2014) yang menawarkan berbagai teknis penilaian yang dapat dilakukan pada pembelajaran, maka ada beberapa instrumen evaluasi yang bisa digunakan guru sebagai mana yang dikemukakan pada https://akupintar.id/info-pintar/-/blogs/4-instrumen-penilain-dalam-pembelajaran-daring, yaitu:

  1. Tugas

Sama seperti kelas tatap muka seperti biasa, tugas merupakan salah satu sumber penilaian guru. Namun dengan skema pembelajaran daring, perlu dilakukan beberapa penyesuaian. Misalnya, instruksi tertulis yang detail, tapi cukup ringkas, akan sangat membantu siswa dalam memahami apa saja yang harus dikerjakan. Selain itu, ketentuan tanggal dan jam pengumpulan tugas yang jelas memberi kerangka waktu yang pasti agar sirkulasi pengerjaan dan penilain tugas dapat berjalan rapi. Dalam pembelajaran secara daring, tugas dapat berfungsi sebagai sumber nilai utama bagi siswa alih-alih ujian.

  1. Ujian

Ujian sebaiknya dilakukan setelah diperoleh nilai dari tugas. Ujian tetap dibutuhkan sebagai evaluasi proses pembelajaran yang telah dikerjakan. Guru memantau siswanya mengerjakan ujian di rumah, sehingga diperlukan penyesuaian peraturan ujian. Misalnya, materi ujian disusun agar dapat dikerjakan secara open book. Atau pada sistem daring yang lebih terintegrasi, ujian dapat dikerjakan oleh siswa dari rumah secara real time sesuai jadwal yang telah ditetapkan.

  1. Entry Jurnal

Untuk mendapatkan gambaran kronologi pembelajaran yang telah diikuti siswa, maka sebaiknya siswa diminta membuatkan jurnal harian belajarnya. Bila tugas dan ujian berfungsi sebagai sumber evaluasi, entry jurnal yang dilakukan secara periodik dapat digunakan sebagai sumber asesmen. Akan tetapi, perlu dicatat bahwa entry jurnal memang tak bisa digunakan untuk seluruh mata pelajaran dan seluruh siswa. Bila siswa sudah terbiasa menulis dalam kegiatan pembelajaran tatap muka di kelas, entry jurnal secara daring hanya mengubah cara yang ditempuh. Di sisi lain, bila benar-benar dijalankan secara intensif, entry jurnal mampu merefleksikan proses pembelajaran sehari-hari secara daring ketika guru tidak dapat memberikan pengawasan secara langsung.

  1. Forum Diskusi

Kolaborasi yang menjadi bagian terpenting dari pencapaian tujuan kompetensi abad 21 dalam pembelajaran daring dapat dilakukan melalui forum diskusi. Pembelajaran yang terpisah jarak tak harus membuat komunikasi yang biasa terjalin di ruang kelas menjadi terhambat. Ruang kelas bisa berganti menjadi ruang maya dimana forum diskusi antar siswa dan antara siswa-guru dapat terus berlangsung. Forum diskusi bisa dilakukan melalui aplikasi chatting atau fitur chat pada website kelas. Diperlukan fleksibilitas yang baik dalam membangun ruang diskusi maya agar setiap siswa dan guru dapat terlibat dan berpartisipasi aktif.

Berubahnya kebiasaan dari kelas tradisional menjadi kelas maya memang bukan hal yang mudah untuk dijalani bagi siswa dan guru. Namun fleksibilitas dalam memilih instrumen yang tepat dapat membantu mempermudah penilaian pembelajaran yang harus dilakukan guru. Guru juga harus memberikan umpan balik terhadap hasil evaluasi yang dilakukannya sehingga siswa mendapatkan informasi kelebihan yang sudah diperolehnya dan kekurangan-kekurangan yang harus diperbaikinya.

Disamping komponen guru, siswa dan perangkat pembelajaran daring, yang tidak kalah pentingnya dalam keberhasilan pembelajaran daring adalah peran orang tua di rumah sangat dibutuhkan. Orangtua harus terlibat secara efektif dalam melakukan pendampingan dan pendisiplinan anak belajar di rumah. Artinya kesuksesan pembelajaran daring selama masa krisis Covid-19 ini tergantung pada partisipasi semua pihak. Oleh karena itu, pihak sekolah di sini perlu membuat skema dengan menyusun manajemen yang baik dalam mengatur sistem pembelajaran daring. Hal ini dapat dilakukan dengan membuat jadwal yang sistematis, terstruktur dan simpel untuk memudahkan orangtua dalam mengontrol belajar anak di rumah. Guru harus sudah siap dengan perencanaan pembelajaran daring yang dirancangnya apalagi jika ingin menrapkan pembelajaran berbasis proyek.

Peran Orang Tua Dalam Penbelajaran Daring

Selain itu, pihak orangtua dan sekolah harus melakukan komunikasi yang efektif dalam bekerja sama membangun kedisiplinan anak belajar di rumah.  Kenyatannya, kekurangsiapan guru dan manajemen sekolah serta minimnya waktu sosialisasi yang disebabkan terbatasnya waktu persiapan, menyebabkan kebijakan belajar di rumah menimbulkan kritikan/keluhan dari sebagian masyarakat (orangtua siswa/peserta didik termasuk guru). Sebagian masyarakat mengeluhkan belajar di rumah, sebagai kegiatan memindahkan aktivitas kelas dari sekolah ke rumah dengan beban/tugas yang bahkan lebih banyak.

Dengan belajar di rumah, orang tua juga harus siap berperan menjadi guru pengganti untuk anak-anaknya di rumah. Orang tua juga diharapkan bisa menciptakan suasana belajar yang menyenangkan, sehingga anak tidak merasa bosan, namun merasa senang dan betah untuk belajar sendiri didampingi ibu atau ayahnya. Belajar jarak jauh secara daring di rumah berarti orang tua atau pengasuh memiliki peran penting untuk memantau kegiatan anak di rumah selama kegiatan belajar di kelas di sekolah ditiadakan. Orang tua sebaiknya melaporkan perkembangan anaknya selama belajar di rumah agar guru dapat mengantisipasi langkah pembelajaran selanjutnya. Tentunya jika sekolah sudah menyiapkan saluran komunikasi untuk hal tersebut.

 

Kesimpulan Dan Saran

Kesimpulan

  1. Pembelajaran daring khusunya menggunakan metode pembelajaran bebasis proyek membutuhkan kesiapan semua pihak yang terlibat di dalamnya meliputi perangkat teknologi yang dibutuhkan, kemampuan guru, kemampuan siswa dan peran orang tua.
  2. Pembelajaran berbasis proyek sangat cocok diterapkan dalam pembelajaran daring karena bisa menjangkau semua aspek pembelajaran melputi aspek kognitif, aspek psikomotorik dan aspek sikap dengan mengambil topik yang sedang kontekstual terjadi saat itu.
  3. Guru dituntut sudah memiliki keterampilan dalam penggunaan teknologi informasi pembelajaran daring sekaligus terampil menerapkan pembelajaran berbasis proyek.
  4. Siswa juga harus sudah memiliki keterampilan minimal yang dibuthkan untuk berlangsungnya pembelajaran daring dan sudah diberikan arahan yang baik oleh guru bagaimana melaksanakan pembelajaran sesuai dengan metode yang diterapkan guru sebagaimana langkah-langkah yang harus dilakukan pada pembelajaran berbasis proyek.
  5. Peran orang tua sebagai guru pengganti di rumah menjadi sangat penting untuk memastikan siswa memang mengikuti pembelajaran secara daring dengan disiplin.
  6. Guru harus sudah menguasai berbagai teknik evaluasi yang dapat diterapkan dalam pembelajaran secara daring terutama dalam pembelajaran berbasis proyek jika guru menerapkannya dalam prose pembelajarand daring.
  7. Guru harus memberikan umpan balik kepada siswa dan orang tua sejauhmana keberhasilan siswa dan kekurangan yang harus diperbaiki siswa dari sesi pembelajaran yang telah dilakukan.

Saran

  1. Guru harus berusaha dan aktif meningkatkan kompetensi pedagogik dan kompetensi profesionalnya termasuk penguasaan pembelajaran daring dan terampil menerapkan berbagai metode pembelajaran secara mandiri
  2. Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) sebagai Unit Pelaksana Teknis Kementerian pendidikan dan Kebudayaandi setiap provinsi, dapat memfailitasi sekolah secara terjadawal untuk melaksanakan pembelajaran daring.
  3. LPMP memprogramkan fasilitasi peningkatan kemampuan sekolah dalam melaksanakan pembelajaran daring baik dalam suasana normal maupun darurat agar proses penjaminan mutu pendidikan tetap berjalan secara berkesinambungan sehingga Standar Nasional Pendidikan tetap bisa dicapai.

Penulis:

Drs. Syahdian, M.Si., Kepala Seksi FPMP, LPMP Sumatera Utara, April 2020.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *