Kurikulum Darurat Bantu Guru dan Orang Tua dalam Pembelajaran Selama Pandemi
Selama masa pandemi Covid-19, satuan pendidikan diberikan opsi untuk memilih kurikulum yang diterapkan dalam pembelajaran, yaitu Kurikulum 2013 atau Kurikulum Darurat (Kurikulum 20213 yang disederhanakan). Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) membuat modul-modul pembelajaran yang diberikan untuk guru dan orang tua untuk mempermudah pendampingan dalam pembelajaran selama masa pandemi Covid-19. Dalam kegiatan pemantauan dan evaluasi yang berlangsung di Provinsi Jawa Timur, penerapan Kurikulum Darurat mendapatkan respons yang positif dari guru, orang tua, dan pegiat literasi. Kurikulum Darurat dianggap mampu membantu praktik pembelajaran karena fokus pada materi esensial sehingga pembelajaran dapat dilakukan dengan alokasi waktu yang cukup di masa pandemi.
Sekretariat Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbudristek melakukan kegiatan pemantauan dan evaluasi Kurikulum Darurat di Kabupaten Sumenep dan Kota Batu, Provinsi Jawa Timur, pada 16—19 Desember 2021. Dalam kegiatan ini, Sekretariat BSKAP Kemendikbudristek sebagai pelaksana harian Program Inovasi untuk Anak Sekolah Indonesia (INOVASI) mempelajari bagaimana kesuksesan penerapan Kurikulum Darurat di SD Negeri 1 Batuan, Kabupaten Sumenep. Kepala sekolah, guru, orang tua, dan peserta didik di SD Negeri 1 Batuan mengapresiasi kebijakan kurikulum darurat.
Sebelumnya, sekolah bekerja sama dengan Kemendikbudristek melalui INOVASI telah melakukan beberapa lokakarya (workshop) pendampingan persiapan implementasi Kurikulum Darurat. Dalam lokakarya tersebut, guru dan kepala sekolah mendapat pelatihan untuk menggunakan modul, memetakan kompetensi dasar prasyarat dan esensial, cara mengadaptasi materi pada modul pembelajaran, membuat asesmen diagnostik, dan mengoptimalisasi penggunaan berbagai macam aplikasi literasi yang dapat menunjang kemampuan literasi siswa.
Kepala Sekolah SD Negeri 1 Batuan, Mariyatul Kiptiyah, mengungkapkan adanya kemudahan dalam penerapan Kurikulum Darurat karena memanfaatkan penggunaan modul untuk orang tua selama pembelajaran di masa pandemi. “Terdapat beberapa perbedaan signifikan antara Kurikulum Darurat dengan Kurikulum 2013, terutama terkait pengadaan modul untuk orang tua. Modul tersebut sangat bermanfaat bagi orang tua dalam mendampingi anaknya saat belajar di rumah,” ujarnya.
Menurut Mariyatul, Kurikulum Darurat sangat membantu praktik pembelajaran guru karena fokus pada materi esensial sehingga membuat pembelajaran dapat dilakukan dengan alokasi waktu yang cukup. “Guru tidak perlu terburu-buru dan berkejaran dengan waktu untuk sekadar menuntaskan materi. Guru menjadi lebih leluasa untuk melakukan pendalaman materi. Kelebihan lain dari Kurikulum Darurat ialah adanya asesmen diagnostik. Asesmen ini memungkinkan guru mengetahui model dan kemampuan siswa dalam belajar. Maka, asesmen ini dapat membantu guru dalam mengajar sesuai dengan kemampuan para siswa,” katanya.
Guru lain di SD Negeri 1 Batuan, Maya, mengatakan sebelum orang tua dan siswa diberikan modul-modul pembelajaran Kurikulum Darurat, sekolah telah mengadakan sosialisasi terlebih dahulu kepada para orang tua. “Tujuannya agar penggunaan modul dapat berjalan optimal,” tuturnya. Sekolah pun berinisiatif untuk mengadakan sesi konsultasi untuk para orang tua yang memerlukan bantuan lebih lanjut dan penggandaan modul untuk membantu orang tua yang kesulitan dalam mengakses modul secara daring.
Sementara di Kota Batu, orang tua juga memiliki pengalaman menarik saat melakukan pendampingan dalam penerapan Kurikulum Darurat selama pembelajaran di masa pandemi. Fit Afrila Nurnadia, orang tua dari siswa SD Negeri 1 Punten, menuturkan pandemi telah mengajarkannya banyak hal. “Kami jadi belajar kalau selama ini pola belajar yang sudah terbangun di sekolah bisa lepas begitu saja di rumah, jika tidak dijaga,” katanya. Hal tersebut juga diakui oleh orang tua siswa lain, Susanti Dewi Lestari. Susanti menuturkan, ada perbedaan yang signifikan antara pembelajaran di rumah yang didampingi orang tua dengan pembelajaran sekolah dengan guru. “Kalau di rumah anak-anak seperti bisa bernegosiasi dengan orang tua mereka, berbeda dengan di sekolah. Di sekolah, anak-anak lebih segan kepada guru mereka sehingga mereka lebih terdorong untuk belajar dan mengerjakan tugas. Maka, kami menyiasati anak-anak dengan memberikan reward jika mereka malas mengerjakan tugas,” ujarnya. Ia juga menyadari tentang pentingnya kolaborasi antara guru dan orang tua dalam meningkatkan capaian pembelajaran anak.
Seorang guru dan pegiat literasi di Kota Batu, Ernazt Siswanto, mengatakan bahwa guru harus terus adaptif terhadap perubahan, termasuk jika ada perubahan kurikulum. “Kami sebagai guru harus terus mengikuti perkembangan zaman, bersikap adaptif, inovatif, dan mau terus belajar untuk menyambut perubahan yang ada di depan kita. Kami siap menghadapi segala tantangan di depan, berinovasi, dan mengubah diri untuk menjadi lebih baik lagi,” katanya.
Tim BSKAP Kemendikbudristek-INOVASI juga mengunjungi SD Negeri 3 Pangarangan, Sumenep, yang memperlihatkan ruang kreasi dan inovasi yang sangat transformatif dari kepala sekolah dan para guru dalam menerapkan pembelajaran tematik. Hal tersebut membuat pembelajaran semakin bermakna untuk para peserta didik di SD Negeri 3 Pangarangan. Selain itu kunjungan juga dilakukan ke Sekolah Alam Ilalang dan Komunitas Literasik! yang memberi cerita berbeda, yakni kisah tentang perjuangan para pegiat literasi dalam menyemarakkan semangat membaca dan menulis untuk anak-anak dan para guru di Kota Batu. Tim BSKAP Kemendikbudristek-INOVASI juga berkunjung ke Dinas Pendidikan Kabupaten Sumenep untuk melihat bagaimana dukungan pemerintah daerah menjadi salah satu kunci keberhasilan transformasi pendidikan di Indonesia, termasuk dalam penerapan kurikulum.